/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan  img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan  img:hover {border: 1px solid #333}

MANDIRI DENTAL SUPLAY

SELAMAT DATANG DI BLOG JUAL BAHAN DAN ALAT2 KESEHATAN GIGI.
KAMI DATANG BAGI YG MENCARI ALTERNATIF PASANG GIGI DENGAN HARGA EKONOMIS !?
KAMI BERPENGALAMAN SUDAH LEBIH DARI 17 Th. JADI JGN RAGU !!
SEGERA HUB. KAMI...
HP. 082142831833 atau HP: 081332795857 / BBM: 512EC943C

HOME / OFFICE:"
" MANDIRI DENTAL SHOP "

JL. GOLF KK.23 SOOKO, MOJOKERTO,
SALAM...SUKSES !

BANK BRI, A/N. KHOIRUN
No Rek. 371501010925539

ATAU

BANK JATIM, A/n. Sholeh Suprayitno
No Rek. 0322775202

TERIMAKASIH

Jumat, 31 Oktober 2014

Menjawab Keraguan Tentang MLM

Menjawab Keraguan Tentang MLM




Menjawab Keraguan Tentang MLM 
 

Menjawab Keraguan Tentang MLM

Setidaknya sejak tahun 1990-an bisnis MLM telah berkembang di Indonesia. Diperkirakan saat ini di Indonesia terdapat sekitar 600 MLM, dan saat tulisan ini saya buat, ada 62 MLM yang resmi menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) sebaga wadah organisasi MLM di Indonesia.
Tahun 2009 DSN MUI telah mengeluarkan fatwa tentang MLM Syariah, fatwa itu menyebutkan 12 persyaratan bagi MLM agar menjad bisnis syariah yang halal dan tidak bertentangan dengan syariah. Saya banyak mendapat pertanyaan yang mencerminkan adanya keraguan masyarakat mengenai MLM. Banyak di antara penanya yang menyebutkan adanya pendapat yang mengharamkan MLM. Meskipun yang saya tahu dalam Fiqh memang sering ada perbedaan, tetapi saya tetap ingn menjawab pertanyaan tersebut.
Hal yang cukup sering ditanyakan adalah hadits yang melarang “bai’atain fii bai’atin” artinya dua jual beli dalam satu jual beli, yaitu
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu jual beli (HR Abu Hurairah – hadits hasan sohih).
Keraguan akan halalnya MLM, karena di dalamnya dianggap terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh rasulullah, terletak pada member MLM selain berperan sebagai penjual mereka juga berperan sebagai agen yang menjalankan fungsi akad samsarah (perantara/makelar). Hukum akad samsarah dalam Islam adalah mubah atau boleh, asalkan tidak berbohong, perantara juga mirip dengan akad wakalah (mewakilkan), yaituseorang penjual mewakilkan kepada orang lain untuk mencari calon pembeli, atau sebaliknya.
Pertanyaannya, apakah peran ganda member MLM yang terkadang sebagai pembeli produk kepada perusahaan, terkadang juga sebagai penjual kepada konsumen, terkadang mendapat upah atas jasa perekrutan, terkadang juga mendapat bonus atas penjualan orang-orang yang direkrutnya, apakah semua itu berarti telah terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh Rasul?
Jawaban :
  1. Secara bahasa, arti kata bai’atain fii bai’atin adalahdua jual beli dalam satu jual beli, bukan berarti dua akad dalam satu akad. Akad bisnis dalam Islam banyak macamnya, tidak hanya jual beli. Ada akad qardl (hutang), rahn (gadai), ijarah (sewa/upah), ju’alah (sayembara), wakalah (mewakilkan), mudlarabah (bagi hasil), dll. Seseorang boleh bertransaksi dengan menggunakan beberapa akad secara terpisah atau bersamaan seperti yang akan saya jelaskan dalam poin 3.
  2. Yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin dalam hadits tersebut, bukanlah seperti yang ditanyakan oleh para penanya, para ulama’ ahli hadits dan fiqh seperti Imam Ahmad Syakir dalam menjelaskan Hadits tersebut berkata :
Para Ulama menjelaskan bahwa bai’atain fii bai’atin adalah seperti : Seorang (penjual) berkata : “ saya jual pakaian ini dengan harga 10 secara tunai, dan dengan harga 20 secara tempo/non tunai”. Apabila pihak penjual dan pembeli sebelum berpisah sudah memutuskan salah satu harga tersebut, maka tidak apa-apa (boleh).
Dalam MLM syariah, ketika member membeli kepada perusahaan, harganya sudah diputuskan saat serah terima barang, harga tidak akan berubah. Yang ada kemungkinannya adalah member akan mendapat bonus bukan sebagai perubahan harga atas akad yang sudah terjadi, bonus bisa berupa ujroh atau upah atas akad wakalah, samsarah atau ju’alah (sayembara).
Imam Syafii berkata: “dan di antara makna bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh nabi adalah seseorang berkata : “aku menjual rumahku ini dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu dengan harga sekian. Kalau kamu jual budakmu maka aku jual rumahku. (kalau kamu tidak menjualnya, maka aku juga tidak menjualnya)”.”
Hal seperti ini, yang saya tahu tidak terdapat pada umumnya MLM, karena member yang membeli produk kepada perusahaan tidak diwajibkan untuk menjual benda lain kepada perusahaan. Member juga tidak wajib menjual kepada konsumen, mungkin saja produk tersebut dibeli untuk dikonsumsi sendiri.
  1. Peran ganda member yang ada dalam MLM lebih dekat disebut tadaakhulul ‘uqud, yakni adanya beberapa akad dalam suatu produk bisnis kontemporer. Seperti KPR, gadai emas, dan tabungan dalam bank syariah.
Dalam KPR, selain akad jual beli murabahah (harga jual adalah modal plus keuntungan) sebagai akad utama, yakni bank membeli dari developer lalu menjual dengan menaikkan (mark up) harga kepada nasabah -terjadi dua transaksi jual beli- bank juga meminta jaminan/collateralkepada nasabah yang menggunakan akad Rahn. Nasabah juga menjalankan akad wakalah, dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjualkan barang jaminan jika nasabah tidak mampu melunasi hutangnya. Jadi dalam KPR Perbankan Syariah, minimal terdapat 3 akad yaitu murabahah, rahn dan wakalah.
Sedangkan dalam produk gadai emas Bank Syariah, setidaknya terdapat 3 akad yang digunakan, yaitu akad qardl atau hutang piutang, rahn atau gadai dan ijarah atau sewa.
Adapun dalam tabungan yang menggunakan akad wadiah yadud dlamanah (titipan dana nasabah kepada bank yang dijamin keamanannya), yakni nasabah menitipkan uangnya kepada bank dan bank menjamin akan mengembalikan titipan tersebut kapan saja nasabah menginginkan untuk mengambil titipannya. Dalam tabungan tersebut bank juga menawarkan fasilitas lain seperti kartu ATM, dengan fasilitas tambahan ini maka bank mengenakan bea administrasi dengan akad ijarah.
Pada umumnya MLM tidak mewajibkan member untuk menjual, tetapi sangat baik jika setiap member melakukan penjualan kepada orang lain. Member diperbolehkan untuk menjadi konsumen saja, dan dia dapat membeli produk langsung ke perusahaan dengan harga yang lebih murah. Bagimember yang tidak mau menjual dan tidak merekrut anggota baru, biasanya dia tidak mendapatkan bonus.
Secara logika, yang tidak bekerja maka tidak berhak mendapatkan upah. Jika seorang member ingin menjadi penjual maka dia akan mendapatkan keuntungan dari penjualannya, jika dia menjadi penjual dan mau merekrut orang lain agar menjadi member maka dia berhak mendapatkan bonus penjualan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun bonus merekrut yang menggunakan akad ijarah.
Demikian, wallahu a’lam bish showab.

ustads

TENTANG PENULIS

Ustadz HM. Sofwan Jauhari adalah Dosen dan Pembantu Ketua (Puket) Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Al-Hikmah. Meraih gelar S1 Syariah dari Universitas Imam Muhammad, Riyadh, dan mendapatkan gelar Master dalam bidang Ekonomi Islam dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta. Saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Syariah Nasional (DSN MUI)
TELAH DIBUKA KONSULTASI SYARIAH KHUSUS BAGI MEMBER K-LINK
SEGERA HUB KAMI UNTUK BERGABUNG DGN KAMI
HP. 081332795857 



Pro dan Kontra Bisnis MLM

Pro dan Kontra Bisnis MLM
Suatu hari saya diundang menjadi pembicara dalam sebuah seminar di Medan. Seminar bertema Mengurai Kontroversi Bisnis MLM itu kemudian secara alami membagi pembicara dalam dua kelompok. Yang pertama, pembicara yang pro terhadap MLM dan kedua yang kontra. Kelompok pertama berpendapat bahwa MLM tidak dapat digeneralisir, ada yang halal, ada yang haram. Sedangkan kelompok kedua berpendapat semua MLM haram. Yang menarik adalah tidak ada kelompok ketiga yang berpendapat bahwa semua MLM halal.
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah, terlepas dari pro-kontra yang terjadi, setiap muslim yang terjun ke dalam bisnis MLM harus mempelajari mengenai status hukum MLM dalam pandangan Islam. Mengapa? Agar rezeki yang diperoleh lewat bisnis MLM ini halal dan baik (halalan thayyiban). Pengetahuan ini juga akan menambah motivasi dan kemampuan saat menjawab respon negatif sebagian orang terhadap MLM.
Saya termasuk sebagai pembicara pada kelompok pertama. Ada MLM konvensional, ada MLM Syariah. Ada MLM yang halal dan yang haram. Dari seminar tersebut, ada beberapa hal yang saya peroleh dan ingin saya sampaikan :
  1. Penelitian yang dilakukan oleh kelompok kedua, menurut saya wallahu a’lam, adalah penelitian yang kurang valid. Alasan saya karena penelitian yang dilakukan tidak mewakili semua MLM. Di Indonesia saat ini diperkirakan ada sekitar 600 MLM, dan 60 di antaranya sudah tergabung dalam APLI. Sementara yang menjadi sampel dalam penelitian-penelitian tentang MLM tidak mencapai 5% dari keseluruhan MLM yang ada. Narasumber tersebut tidak menjelaskan secara pasti berapa jumlah perusahaan MLM yang telah diteliti.
Ada sebuah buku yang pernah saya baca dan menyatakan bahwa semua MLM adalah haram. Setelah saya cermati, jumlah sampel atau perusahan yang diteliti ternyata tidak lebih dari 5 perusahaan, dan pemilihan sampelnya pun tidak representatif. Sang peneliti tidak memilih dan membandingkan beberapa MLM yang tidak sejenis, misalnya yang bersertifikasi syariah dengan yang tidak mendapat sertifikasi syariah, yang tergabung dengan APLI dengan yang tidak terrgabung, yang memiliki izin SIUPL dan yang tidak memiliki SIUPL, dst.
Karena itulah maka menurut pendapat saya hasil penelitian yang demikian tidaklah valid. Jika kita ingin mengambil kesimpulan tentang sebuah penelitian yang menyatakan sebuah MLM itu halal atau haram, maka sebaiknya mempertimbangkan sampel (perusahaan MLM) yang dipilih, metode apa yang digunakan dan dari sisi mana ia menilai.

  1. Metode bisnis dan jual beli dalam masyarakat selalu mengalami perubahan. Dahulu masyarakat melakukan jual beli dengan cara barter, kemudian menggunakan alat tukar, semula adalah emas dan perak (dinar dan dirham) saat ini berkembang dengan penggunaan cek, kartu kredit, kartu debit, dll.
Para ulama semula berpendapat bahwa suatu akad harus berada dalam satu majelis atau face to face.Di masa kini sistem jual beli telah mengalami banyak perubahan dari face to face menjadi cash on delivery, online shopping, future trading, dsb. Meskipun hukum dasar jual beli dalam islam adalah mubah/halal, saya kira gegabah jika ada yang mengatakan bahwa semua bentuk jual beli yang ada sekarang ini adalah halal atau mubah.
Begitu pula dengan penelitian terhadap MLM, boleh jadi hasil penelitian itu valid pada proses dan masanya. Namun sistem pemasaran berjenjang mengalami perubahan dan inovasi. Setiap perusahaan memiliki marketing plan berbeda. Dengan banyaknya perusahaan MLM yang ada saat ini, seiring inovasi dan perkembangan teknologi, maka hukum MLM tidaklah sama antara satu sistem dengan yang lain, antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.
MLM adalah salah satu cara berjualan. Sesuai hukum dasarnya, berjualan merupakan sesuatu yg mubah atau halal. Setelah dilakukan inovasi-inovasi maka tidak semua jual beli itu halal, dan tidak semua MLM itu haram.
  1. Dalam terminologi ahli fiqh dikenal istilah ijtihad. Islam sangat menghargai sebuah ijtihadyang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan capable. Rasulullah SAW menjelaskan apabila seorang hakim berijtihad dan hasilnya benar maka ia mendapatkan dua pahala, namun jika salah ia mendapatkan satu pahala.
MLM adalah sebuah cara baru dalam berjualan yang belum dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Oleh karenanya para ulama berijtihad. Dari hasil ijtihad didapatkan kesimpulan yang dapat diterima dalam Islam. Orang boleh berbeda pendapat mengenai hukum MLM, tetapi jika sampai menganggap orang lain yang berbeda pendapat itu sesat, maka sikap atau pendapat ini tidak dibenarkan dalam ajaran islam. Hal ini seperti halnya larangan Rasulullah SAW terhadap seorang muslim yang mengkafirkan muslim yang lain.

  1. Pendapat seorang peneliti yang sedang berupaya memperoleh gelar tertentu, kemudian menyatakan bahwa semua MLM itu haram adalah sebuah ijtihad individu, yang mungkin benar dan mungkin juga salah. Saya tidak ingin menyalahkan hasil ijtihad tersebut. Tetapi kita sudah tahu bahwa ada hasil ijtihad lain, yaitu ijtihad yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). DSN MUI ini terdiri dari beberapa doktor, ulama dan ahli-ahli ekonomi, mereka telah melakukan ijtihad bersama yang menghasilkan fatwa No. 75 tahun 2009.
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa MLM dapat dikatakan halal jika memenuhi 12 persyaratan. Saya telah menulis artikel khusus yang menjelaskan fatwa tersebut. Saya mengikuti ulama lain yang berpendapat bahwa ijtihad jamai lebih kuat daripada ijtihad fardi atau individu. Ijtihad yang dilakukan bersama oleh doktor dan ulama di DSN MUI menghasilkan kesimpulan yang lebih baik daripada ijtihad yang dilakukan oleh seorang doktor atau profesor sekalipun jika dilakukan secara individual. Ijtihad jamai lebih afdzol daripada ijtihad fardi.

ustads

TENTANG PENULIS

Ustadz HM. Sofwan Jauhari adalah Dosen dan Pembantu Ketua (Puket) Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Al-Hikmah. Meraih gelar S1 Syariah dari Universitas Imam Muhammad, Riyadh, dan mendapatkan gelar Master dalam bidang Ekonomi Islam dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta. Saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Syariah Nasional (DSN MUI)
TELAH DIBUKA KONSULTASI SYARIAH KHUSUS BAGI MEMBER K-LINK
Setiap hari Rabu (jam 10.00 s/d 18.00), K-LINK Tower Lt. 8. Bersama : HM. Sofwan Jauhari Lc, M.Ag. (Dewan Pengawas Syariah K-LINK). Atau via SMS : 0856-9327-2255 / e-mail : sofwanjauhari[at]gmail.com / Facebook : Muh Sofwan Jauhari

ATAU HUB. 081332795857 / SHOLEH.
KOTA SURABAYA, DAN SEKITARNYA, MOJOKERTO, JOMBANG.

MLM Syariah VS MLM Konvensional

MLM Syariah VS MLM Konvensional
Diantara pertanyaan yang sering ditanyakan kepada saya sebagai anggota DPS  sebuah perusahaan MLM Syariah adalah dimanakah letak perbedaan MLM Syariah dengan MLM konvensional? Dimanakah  letak ke-syariah-an  K-Link Indonesia sebagai perusahaan MLM?  Bahkan sebagian orang mempertanyakan kebenaran MLM syariah karena adanya fatwa-fatwa dari negara lain yang menyatakan bahwa MLM itu haram.
Penjelasan atas fatwa yang mengharamkan MLM akan saya jelaskan pada tulisan mendatang. Namun Anda sebaiknya membaca tulisan saya pada Global Network edisi 44 tentang Pro-Kontra Seputar Bisnis MLM agar dapat memahami secara menyeluruh.
Dengan merujuk pada fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI No 75 tahun 2009, sebuah perusahaan MLM akan dianggap sesuai dengan syariah, apabila memenuhi 12 persyaratan yang ditentukan oleh DSN MUI. Ada beberapa poin yang membedakan MLM Syariah dengan MLM Konvensional :
1.      Secara organisasi, perusahaan MLM Syariah memiliki  DPS  (Dewan Pengawas Syariah) yang bertugas mengawasi  kegiatan bisnis dalam perusahaan tersebut dan memberikan pembinaan agar semua kegiatan dalam perusahaan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.  Pengawasan ini meliputi produk yang akan dijual, promosi, marketing plan dan kegiatan-kegiatan seremonial yang terdapat dalam perusahaan.
2.      Produk  yang dijual merupakan produk-produk yang layak/halal dikonsumsi  secara syariah Islam. Untuk produk yang masuk kategori makanan dan minuman harus mendapatkan Sertifikat Halal atau Label Halal. Ada sedikit perbedaan antara istilah Sertifikat Halal dengan Labelisasi Halal. Sertifikat Halal diberikan MUI kepada perusahaan namun tidak dicantumkan dalam kemasan produk. Sedangkan labelisasi halal dicantumkan dalam kemasan produk. Untuk produk yang tidak termasuk kategori makanan atau minuman cukup dikonsultasikan secara lisan atau tertulis kepada DPS.
3.      Sistem  pembagian  bonus kepada member dan marketing plan bisnis perusahaan harus terbebas dari hal-hal  yang diharamkan, utamanya adalah  unsur maysir (judi), gharar (penipuan atau ketidakjelasan) dan riba. Untuk memastikan hal ini, DSN MUI memanggil manajemen perusahaan untuk mendengarkan presentasi marketing plan, melakukan kajian terhadap marketing plan, mengunjungi perusahaan, melihat langsung proses produksi ke lokasi pabrik, melakukan inspeksi  dan tanya jawab  kepada manajemen. Kemudian melakukan  syuro/musyawarah ulama’. Lalu diputuskan apakah perusahaan yang mengajukan Sertifikasi Syariah  sudah memenuhi 12 persyaratan sesuai fatwa DSN 75/2009? Jika sudah memenuhi maka akan dberikan Sertifikat Syariah oleh DSN MUI.
4.      MLM syariah sebagai  The True MLM  memiliki orientasi bisnis menjual produk berupa barang, bukan pada merekrut anggota.  Contohnya, di  K-LINK, apabila seorang mitra dapat merekrut satu juta downline, namun tidak melakukan penjualan produk apapun, maka member yang merekrut tersebut tidak akan memperoleh bonus apapun.

Sebagai informasi tambahan, MLM yang mendapatkan Sertifikasi Syariah dari DSN MUI harus memenuhi semua perizinan yang berlaku di Republik Indonesia, antara lain memiliki SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung). Berikut ni saya sertakan Peraturan Menteri Perdagangan RI No 13/M-DAG/PER/3/2006  tentang ketentuan dan tata cara penerbitan SIUPL, pada pasal 13 :
Perusahaan yang telah memiliki SIUPL dilarang melakukan kegiatan :
Poin E: kegiatan dengan menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan/pendaftaran sebagai Mitra Usaha secara tidak wajar;
Point F: kegiatan dengan menerima pendaftaran keanggotaan sebagai Mitra Usaha dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
Point H:  kegiatan usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat.
Sebagai penjelasan dari saya, perusahaan yang mengutamakan perekrutan anggota baru, lalu membagikan uang pendaftaran sebagai bonus rekrutmen, apalagi dengan membenarkan satu orang mendaftar lebih dari satu kali, pada umumnya ini adalah money game atau perjudian  yang bertentangan dengan syariah Islam. Begitu pula dengan perusahaan MLM yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat, bukan menjual produk, maka pada umumnya adalah money game walaupun berkedok  menjual produk jasa ibadah ataupun lainnya.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu para pembaca  untuk memahami konsep perbedaan MLM sesuai syariah. Ingat, bagi seorang muslim setiap aktivitas adalah  pengabdian kepada Allah SWT, termasuk berbisnis.  Keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam berbisnis. Bisnis adalah salah satu praktek ketaatan kita kepada  Allah swt, karenanya harus sesuai dengan ajaran dan tuntunanNya.  Wallahu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar