Menjawab Keraguan Tentang MLM
Menjawab Keraguan Tentang MLM
Setidaknya sejak tahun
1990-an bisnis MLM telah berkembang di Indonesia. Diperkirakan saat ini
di Indonesia terdapat sekitar 600 MLM, dan saat tulisan ini saya buat,
ada 62 MLM yang resmi menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung
Indonesia) sebaga wadah organisasi MLM di Indonesia.
Tahun 2009 DSN MUI telah
mengeluarkan fatwa tentang MLM Syariah, fatwa itu menyebutkan 12
persyaratan bagi MLM agar menjad bisnis syariah yang halal dan tidak
bertentangan dengan syariah. Saya banyak mendapat pertanyaan yang
mencerminkan adanya keraguan masyarakat mengenai MLM. Banyak di antara
penanya yang menyebutkan adanya pendapat yang mengharamkan MLM. Meskipun
yang saya tahu dalam Fiqh memang sering ada perbedaan, tetapi saya
tetap ingn menjawab pertanyaan tersebut.
Hal yang cukup sering ditanyakan adalah hadits yang melarang “bai’atain fii bai’atin” artinya dua jual beli dalam satu jual beli, yaitu
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu jual beli (HR Abu Hurairah – hadits hasan sohih).
Keraguan akan halalnya MLM, karena di dalamnya dianggap terdapat bai’atain fii bai’atin yang
dilarang oleh rasulullah, terletak pada member MLM selain berperan
sebagai penjual mereka juga berperan sebagai agen yang menjalankan
fungsi akad samsarah (perantara/makelar). Hukum akad samsarah
dalam Islam adalah mubah atau boleh, asalkan tidak berbohong, perantara
juga mirip dengan akad wakalah (mewakilkan), yaituseorang penjual mewakilkan kepada orang lain untuk mencari calon pembeli, atau sebaliknya.
Pertanyaannya, apakah peran ganda member
MLM yang terkadang sebagai pembeli produk kepada perusahaan, terkadang
juga sebagai penjual kepada konsumen, terkadang mendapat upah atas jasa
perekrutan, terkadang juga mendapat bonus atas penjualan orang-orang
yang direkrutnya, apakah semua itu berarti telah terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh Rasul?
Jawaban :
-
Secara bahasa, arti kata bai’atain fii bai’atin adalahdua jual beli dalam satu jual beli, bukan berarti dua akad dalam satu akad. Akad bisnis dalam Islam banyak macamnya, tidak hanya jual beli. Ada akad qardl (hutang), rahn (gadai), ijarah (sewa/upah), ju’alah (sayembara), wakalah (mewakilkan), mudlarabah (bagi hasil), dll. Seseorang boleh bertransaksi dengan menggunakan beberapa akad secara terpisah atau bersamaan seperti yang akan saya jelaskan dalam poin 3.
-
Yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin dalam hadits tersebut, bukanlah seperti yang ditanyakan oleh para penanya, para ulama’ ahli hadits dan fiqh seperti Imam Ahmad Syakir dalam menjelaskan Hadits tersebut berkata :
Para Ulama menjelaskan bahwa bai’atain
fii bai’atin adalah seperti : Seorang (penjual) berkata : “ saya jual
pakaian ini dengan harga 10 secara tunai, dan dengan harga 20 secara
tempo/non tunai”. Apabila pihak penjual dan pembeli sebelum berpisah
sudah memutuskan salah satu harga tersebut, maka tidak apa-apa (boleh).
Dalam MLM syariah, ketika member
membeli kepada perusahaan, harganya sudah diputuskan saat serah terima
barang, harga tidak akan berubah. Yang ada kemungkinannya adalah member akan mendapat bonus bukan sebagai perubahan harga atas akad yang sudah terjadi, bonus bisa berupa ujroh atau upah atas akad wakalah, samsarah atau ju’alah (sayembara).
Imam Syafii berkata: “dan di antara makna bai’atain fii bai’atin
yang dilarang oleh nabi adalah seseorang berkata : “aku menjual rumahku
ini dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu dengan
harga sekian. Kalau kamu jual budakmu maka aku jual rumahku. (kalau
kamu tidak menjualnya, maka aku juga tidak menjualnya)”.”
Hal seperti ini, yang saya tahu tidak terdapat pada umumnya MLM, karena member yang membeli produk kepada perusahaan tidak diwajibkan untuk menjual benda lain kepada perusahaan. Member juga tidak wajib menjual kepada konsumen, mungkin saja produk tersebut dibeli untuk dikonsumsi sendiri.
-
Peran ganda member yang ada dalam MLM lebih dekat disebut tadaakhulul ‘uqud, yakni adanya beberapa akad dalam suatu produk bisnis kontemporer. Seperti KPR, gadai emas, dan tabungan dalam bank syariah.
Dalam KPR, selain akad jual beli murabahah (harga jual adalah modal plus keuntungan) sebagai akad utama, yakni bank membeli dari developer lalu menjual dengan menaikkan (mark up) harga kepada nasabah -terjadi dua transaksi jual beli- bank juga meminta jaminan/collateralkepada nasabah yang menggunakan akad Rahn. Nasabah juga menjalankan akad wakalah,
dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjualkan barang
jaminan jika nasabah tidak mampu melunasi hutangnya. Jadi dalam KPR
Perbankan Syariah, minimal terdapat 3 akad yaitu murabahah, rahn dan wakalah.
Sedangkan dalam produk gadai emas Bank Syariah, setidaknya terdapat 3 akad yang digunakan, yaitu akad qardl atau hutang piutang, rahn atau gadai dan ijarah atau sewa.
Adapun dalam tabungan yang menggunakan akad wadiah yadud dlamanah
(titipan dana nasabah kepada bank yang dijamin keamanannya), yakni
nasabah menitipkan uangnya kepada bank dan bank menjamin akan
mengembalikan titipan tersebut kapan saja nasabah menginginkan untuk
mengambil titipannya. Dalam tabungan tersebut bank juga menawarkan
fasilitas lain seperti kartu ATM, dengan fasilitas tambahan ini maka
bank mengenakan bea administrasi dengan akad ijarah.
Pada umumnya MLM tidak mewajibkan member untuk menjual, tetapi sangat baik jika setiap member melakukan penjualan kepada orang lain. Member
diperbolehkan untuk menjadi konsumen saja, dan dia dapat membeli produk
langsung ke perusahaan dengan harga yang lebih murah. Bagimember yang tidak mau menjual dan tidak merekrut anggota baru, biasanya dia tidak mendapatkan bonus.
Secara logika, yang tidak bekerja maka tidak berhak mendapatkan upah. Jika seorang member ingin
menjadi penjual maka dia akan mendapatkan keuntungan dari penjualannya,
jika dia menjadi penjual dan mau merekrut orang lain agar menjadi member maka dia berhak mendapatkan bonus penjualan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun bonus merekrut yang menggunakan akad ijarah.
Demikian, wallahu a’lam bish showab.
TENTANG PENULIS
Ustadz HM. Sofwan Jauhari adalah Dosen
dan Pembantu Ketua (Puket) Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Al-Hikmah.
Meraih gelar S1 Syariah dari Universitas Imam Muhammad, Riyadh, dan
mendapatkan gelar Master dalam bidang Ekonomi Islam dari Universitas
Muhammadiyah, Jakarta. Saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Syariah
Nasional (DSN MUI)
TELAH DIBUKA KONSULTASI SYARIAH KHUSUS BAGI MEMBER K-LINK
SEGERA HUB KAMI UNTUK BERGABUNG DGN KAMI
HP. 081332795857
Pro dan Kontra Bisnis MLM
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah, terlepas dari pro-kontra yang terjadi, setiap muslim yang terjun ke dalam bisnis MLM harus mempelajari mengenai status hukum MLM dalam pandangan Islam. Mengapa? Agar rezeki yang diperoleh lewat bisnis MLM ini halal dan baik (halalan thayyiban). Pengetahuan ini juga akan menambah motivasi dan kemampuan saat menjawab respon negatif sebagian orang terhadap MLM.
Saya termasuk sebagai pembicara pada kelompok pertama. Ada MLM konvensional, ada MLM Syariah. Ada MLM yang halal dan yang haram. Dari seminar tersebut, ada beberapa hal yang saya peroleh dan ingin saya sampaikan :
- Penelitian yang dilakukan oleh kelompok kedua, menurut saya wallahu a’lam, adalah penelitian yang kurang valid. Alasan saya karena penelitian yang dilakukan tidak mewakili semua MLM. Di Indonesia saat ini diperkirakan ada sekitar 600 MLM, dan 60 di antaranya sudah tergabung dalam APLI. Sementara yang menjadi sampel dalam penelitian-penelitian tentang MLM tidak mencapai 5% dari keseluruhan MLM yang ada. Narasumber tersebut tidak menjelaskan secara pasti berapa jumlah perusahaan MLM yang telah diteliti.
Karena itulah maka menurut pendapat saya hasil penelitian yang demikian tidaklah valid. Jika kita ingin mengambil kesimpulan tentang sebuah penelitian yang menyatakan sebuah MLM itu halal atau haram, maka sebaiknya mempertimbangkan sampel (perusahaan MLM) yang dipilih, metode apa yang digunakan dan dari sisi mana ia menilai.
- Metode bisnis dan jual beli dalam masyarakat selalu mengalami perubahan. Dahulu masyarakat melakukan jual beli dengan cara barter, kemudian menggunakan alat tukar, semula adalah emas dan perak (dinar dan dirham) saat ini berkembang dengan penggunaan cek, kartu kredit, kartu debit, dll.
Begitu pula dengan penelitian terhadap MLM, boleh jadi hasil penelitian itu valid pada proses dan masanya. Namun sistem pemasaran berjenjang mengalami perubahan dan inovasi. Setiap perusahaan memiliki marketing plan berbeda. Dengan banyaknya perusahaan MLM yang ada saat ini, seiring inovasi dan perkembangan teknologi, maka hukum MLM tidaklah sama antara satu sistem dengan yang lain, antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.
MLM adalah salah satu cara berjualan. Sesuai hukum dasarnya, berjualan merupakan sesuatu yg mubah atau halal. Setelah dilakukan inovasi-inovasi maka tidak semua jual beli itu halal, dan tidak semua MLM itu haram.
- Dalam terminologi ahli fiqh dikenal istilah ijtihad. Islam sangat menghargai sebuah ijtihadyang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan capable. Rasulullah SAW menjelaskan apabila seorang hakim berijtihad dan hasilnya benar maka ia mendapatkan dua pahala, namun jika salah ia mendapatkan satu pahala.
- Pendapat seorang peneliti yang sedang berupaya memperoleh gelar tertentu, kemudian menyatakan bahwa semua MLM itu haram adalah sebuah ijtihad individu, yang mungkin benar dan mungkin juga salah. Saya tidak ingin menyalahkan hasil ijtihad tersebut. Tetapi kita sudah tahu bahwa ada hasil ijtihad lain, yaitu ijtihad yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). DSN MUI ini terdiri dari beberapa doktor, ulama dan ahli-ahli ekonomi, mereka telah melakukan ijtihad bersama yang menghasilkan fatwa No. 75 tahun 2009.
TENTANG PENULIS
Ustadz HM. Sofwan Jauhari adalah Dosen dan Pembantu Ketua (Puket) Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Al-Hikmah. Meraih gelar S1 Syariah dari Universitas Imam Muhammad, Riyadh, dan mendapatkan gelar Master dalam bidang Ekonomi Islam dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta. Saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Syariah Nasional (DSN MUI)TELAH DIBUKA KONSULTASI SYARIAH KHUSUS BAGI MEMBER K-LINK
Setiap hari Rabu (jam 10.00 s/d 18.00), K-LINK Tower Lt. 8. Bersama : HM. Sofwan Jauhari Lc, M.Ag. (Dewan Pengawas Syariah K-LINK). Atau via SMS : 0856-9327-2255 / e-mail : sofwanjauhari[at]gmail.com / Facebook : Muh Sofwan Jauhari
ATAU HUB. 081332795857 / SHOLEH.
KOTA SURABAYA, DAN SEKITARNYA, MOJOKERTO, JOMBANG.
MLM Syariah VS MLM Konvensional
Penjelasan atas fatwa yang mengharamkan MLM akan saya jelaskan pada tulisan mendatang. Namun Anda sebaiknya membaca tulisan saya pada Global Network edisi 44 tentang Pro-Kontra Seputar Bisnis MLM agar dapat memahami secara menyeluruh.
Dengan merujuk pada fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI No 75 tahun 2009, sebuah perusahaan MLM akan dianggap sesuai dengan syariah, apabila memenuhi 12 persyaratan yang ditentukan oleh DSN MUI. Ada beberapa poin yang membedakan MLM Syariah dengan MLM Konvensional :
1. Secara organisasi, perusahaan MLM Syariah memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang bertugas mengawasi kegiatan bisnis dalam perusahaan tersebut dan memberikan pembinaan agar semua kegiatan dalam perusahaan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pengawasan ini meliputi produk yang akan dijual, promosi, marketing plan dan kegiatan-kegiatan seremonial yang terdapat dalam perusahaan.
2. Produk yang dijual merupakan produk-produk yang layak/halal dikonsumsi secara syariah Islam. Untuk produk yang masuk kategori makanan dan minuman harus mendapatkan Sertifikat Halal atau Label Halal. Ada sedikit perbedaan antara istilah Sertifikat Halal dengan Labelisasi Halal. Sertifikat Halal diberikan MUI kepada perusahaan namun tidak dicantumkan dalam kemasan produk. Sedangkan labelisasi halal dicantumkan dalam kemasan produk. Untuk produk yang tidak termasuk kategori makanan atau minuman cukup dikonsultasikan secara lisan atau tertulis kepada DPS.
3. Sistem pembagian bonus kepada member dan marketing plan bisnis perusahaan harus terbebas dari hal-hal yang diharamkan, utamanya adalah unsur maysir (judi), gharar (penipuan atau ketidakjelasan) dan riba. Untuk memastikan hal ini, DSN MUI memanggil manajemen perusahaan untuk mendengarkan presentasi marketing plan, melakukan kajian terhadap marketing plan, mengunjungi perusahaan, melihat langsung proses produksi ke lokasi pabrik, melakukan inspeksi dan tanya jawab kepada manajemen. Kemudian melakukan syuro/musyawarah ulama’. Lalu diputuskan apakah perusahaan yang mengajukan Sertifikasi Syariah sudah memenuhi 12 persyaratan sesuai fatwa DSN 75/2009? Jika sudah memenuhi maka akan dberikan Sertifikat Syariah oleh DSN MUI.
4. MLM syariah sebagai The True MLM memiliki orientasi bisnis menjual produk berupa barang, bukan pada merekrut anggota. Contohnya, di K-LINK, apabila seorang mitra dapat merekrut satu juta downline, namun tidak melakukan penjualan produk apapun, maka member yang merekrut tersebut tidak akan memperoleh bonus apapun.
Sebagai informasi tambahan, MLM yang mendapatkan Sertifikasi Syariah dari DSN MUI harus memenuhi semua perizinan yang berlaku di Republik Indonesia, antara lain memiliki SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung). Berikut ni saya sertakan Peraturan Menteri Perdagangan RI No 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan SIUPL, pada pasal 13 :
Perusahaan yang telah memiliki SIUPL dilarang melakukan kegiatan :
Poin E: kegiatan dengan menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan/pendaftaran sebagai Mitra Usaha secara tidak wajar;
Point F: kegiatan dengan menerima pendaftaran keanggotaan sebagai Mitra Usaha dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
Point H: kegiatan usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat.
Sebagai penjelasan dari saya, perusahaan yang mengutamakan perekrutan anggota baru, lalu membagikan uang pendaftaran sebagai bonus rekrutmen, apalagi dengan membenarkan satu orang mendaftar lebih dari satu kali, pada umumnya ini adalah money game atau perjudian yang bertentangan dengan syariah Islam. Begitu pula dengan perusahaan MLM yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat, bukan menjual produk, maka pada umumnya adalah money game walaupun berkedok menjual produk jasa ibadah ataupun lainnya.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu para pembaca untuk memahami konsep perbedaan MLM sesuai syariah. Ingat, bagi seorang muslim setiap aktivitas adalah pengabdian kepada Allah SWT, termasuk berbisnis. Keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam berbisnis. Bisnis adalah salah satu praktek ketaatan kita kepada Allah swt, karenanya harus sesuai dengan ajaran dan tuntunanNya. Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar