/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan  img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan  img:hover {border: 1px solid #333}

MANDIRI DENTAL SUPLAY

SELAMAT DATANG DI BLOG JUAL BAHAN DAN ALAT2 KESEHATAN GIGI.
KAMI DATANG BAGI YG MENCARI ALTERNATIF PASANG GIGI DENGAN HARGA EKONOMIS !?
KAMI BERPENGALAMAN SUDAH LEBIH DARI 17 Th. JADI JGN RAGU !!
SEGERA HUB. KAMI...
HP. 082142831833 atau HP: 081332795857 / BBM: 512EC943C

HOME / OFFICE:"
" MANDIRI DENTAL SHOP "

JL. GOLF KK.23 SOOKO, MOJOKERTO,
SALAM...SUKSES !

BANK BRI, A/N. KHOIRUN
No Rek. 371501010925539

ATAU

BANK JATIM, A/n. Sholeh Suprayitno
No Rek. 0322775202

TERIMAKASIH

Jumat, 20 Juli 2012

PERMASALAHAN RAHANG dan GIGI OMPONG

Gigi Tak Rata Bukan Sekadar Soal Estetika


Dibaca: 1249


Shutterstock
Ilustrasi maloklusi
JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah maloklusi atau kelainan bentuk rahang dan susunan gigi, seperti gigi menonjol ke depan (tonggos) atau pun cameuh(rahang bawah menonjol ke depan), sesungguhnya bukan sekadar masalah estetika semata. 

Menurut drg.Amilia Jeni Susanto, gigi yang tidak rata atau maloklusi dapat menyebabkan tiga masalah cukup serius bagi pasien. Problem pertama yakni masalah yang berhubungan dengan psikososial yang berhubungan dengan estetika dan bisa menyebabkan seseorang menjadi kurang percaya diri.

Kedua adalah masalah yang berkaitan dengan fungsi oral (mulut), termasuk kesulitan dalam pergerakan rahang atau tidak adanya koordinasi otot atau rasa sakit, gangguan sendi rahang, masalah pengunyahan, penelanan makanan, serta fungsi bicara. Sedangkan yang terakhir adalah kerentanan yang lebih besar terhadap trauma atau penyakit periodontal. 

Dipaparkan oleh Amilia, maloklusi sebagian besar disebabkan karena faktor keturunan, namun juga bisa diakibatkan oleh kekurangan gizi yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan rahang.  Tindakan meratakan gigi (ortodonti) untuk mengatasi maloklusi menurut Amilia sebaiknya dilakukan sebelum seorang remaja memasuki usia pubertal growth spurt (PGS) atau masa percepatan pertumbuhan di mana pertumbuhan tulangnya sudah berhenti.

"Keuntungan dari tindakan ortodonti sebelum pubertas adalah bisa dilakukan tanpa pencabutan gigi. Pada umumnya masa PGS pada remaja adalah usia 16 tahun," paparnya seusai meraih gelar doktor di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (10/1/12).

Amilia menambahkan, modifikasi ortodonti yang dilakukan pada remaja biasanya adalah penggunaan alat-alat ortopedi untuk memperbaiki kelainan rahang.  "Sebaiknya anak usia 7 tahun dibawa ke dokter gigi untuk dilihat apakah mereka mengalami kelainan rahang atau tidak. Jika masalahnya adalah gigi yang tidak rata perawatannya bisa ditunda namun jika maloklusi sebaiknya dilakukan sebelum pubertas," paparnya.

Menurut hasil sebuah survei yang dilakukan Departemen Kesehatan, prevalensi maloklusi di Indonesia sangat tinggi, yakni mencapai 80 persen dari jumlah penduduk
.

Perbaiki Kelainan Rahang Sebelum Pubertas



shutterstock
KOMPAS.com - Kelainan rahang yang menyebabkan susunan gigi geligi tidak rata atau maloklusi bukan hanya dapat menyebabkan gangguan estetika, tetapi juga gangguan dalam pergerakan rahang. Maloklusi ini sebaiknya dikoreksi sebelum anak memasuki usia pubertas.

Keuntungan perawatan ortodonti (meratakan gigi) pada usia remaja adalah bisa dilakukan modifikasi dengan alat-alat ortopedik untuk menarik rahang, sehingga tidak diperlukan pencabutan gigi sehingga perawatannya menjadi lebih singkat.

"Kelainan yang mengenai rahang atau skeletal biasanya disebabkan karena faktor keturunan. Pada kondisi ini, penggunaan kawat gigi tidak banyak membantu karena kawat gigi hanya memperbaiki keadaan gigi. Padahal kelainan itu disebabkan karena bentuk rahangnya," papar drg.Amilia Jeni Susanto seusai promosi doktor di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Selasa (10/1) di Jakarta.

Amelia meraih gelar doktor dengan yudisium memuaskan di bawah bimbingan promotor Dr.Miesje K.Purwanegara, drg, Sp.Ort(K) dan kopromotor Prof. Dr. Tri Budi W. Rahardjo, drg.

Dalam disertasinya, Amilia memaparkan keuntungan menjalani perawatan ortodonti pada remaja yang belum masuk masa pubertal growth spurt (PGS). Bila perawatan dilakukan pada masa sekitar PGS akan memberi hasil yang baik. Penilaian apakah PGS anak sudah dimulai atau belum bisa dilakukan dengan mengukur tinggi dan berat badan anak serta menilai tahap maturasi rahang dengan indeks maturasi vertebrata.

Penelitian dilakukan pada 218 remaja di sekitar daerah Jakarta. Semua subyek penelitian adalah remaja dengna gizi baik, belum pernah melakukan perawatan ortodonti dan memiliki maloklusi tingkat 1. Hasil penelitian menunjukkan penilaian maturasi vertebrata servikal bisa menggantikan penilaian maturasi tulang karpal sehingga dokter bisa melakukan perawatan ortodonti meski pasien tidak melakukan foto rontgen.

"Sebenarnya tanpa foto rontgen, hanya dengan melihat profil wajah serta pengukuran tinggi dan berat badan anak sudah bisa dinilai. Namun untuk mengetahui keparahan kelainan rahang memang sebaiknya dirontgen," papar Amelia yang menjadi koordinator Pelayanan Medik Departemen Gigi dan Mulut Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Makin Tua Rahang Makin Menyusut



KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
KOMPAS.com  Pertambahan usia akan mengubah bentuk fisik seseorang. Salah satu yang ikut berubah adalah penyusutan rahang. Hal ini akan menyebabkan susunan gigi depan menjadi berantakan.
Perubahan bentuk rahang ini nyata terlihat dalam penelitian yang dilakukan selama 40 tahun. Lars Bondemark, profesor orthodontis dari Universitas Malmo, Swedia, membuat hasil cetakan gips gigi para mahasiswa pada tahun 1949 ketika mereka masih berusia 20 tahun.
Kemudian, pada tahun 1959 dan 1989 ia kembali membuat cetakan gigi yang sama dari mahasiswa yang sudah bertambah tua tersebut.
"Kami menemukan setelah 40 tahun ruang yang tersedia untuk gigi di rahang makin sedikit," kata Bondemark.
Makin sempitnya ruangan untuk gigi depan itu terjadi karena penyusutan rahang baik panjang maupun lebarnya beberapa milimeter, terutama pada rahang bawah.
Besar kecilnya penyusutan, menurut Bondemark, berbeda-beda pada tiap individu tergantung pada faktor anatomi dan keturunan. Pada beberapa kasus, penyusutannya sangat signifikan sehingga terjadi perubahan kemampuan menggigit.
Ditegaskan oleh dia, yang harus diketahui pasien adalah perubahan ini wajar terjadi. Sementara itu, para dokter gigi harus mempertimbangkan penyusutan rahang ini saat mereka akan membuat rencana terapi pada gigi pasien

.

Gigi Ompong Berdampak Buruk buat Lambung


Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com — Masalah gigi ompong bukan hanya merusak penampilan seseorang, melainkan juga bisa menjadi pemicu gangguan penyakit, terutama pencernaan.
Menurut spesialis prosthodonsia dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Prof Dr drg Suzan Elias, seseorang dengan gigi ompong umumnya mempunyai masalah dengan lambung.
"Ibaratnya kalau kacang harus ditumbuk 10 kali, ini cuma sekali sudah ditelan. Jadi lambung tidak kuat. Oleh karena itu, pada orang yang giginya tidak benar, umumnya lambungnya juga tidak benar," katanya, saat acara Polident Adhesiv Cream Media Launch, Rabu (9/11/2011).


Suzan mengatakan, setiap individu yang kehilangan gigi (ompong) perlu suatu alat bantu untuk mengunyah makanan salah satunya dengan memasang gigi tiruan. Pasalnya, tanpa adanya suatu susunan gigi yang utuh, seseorang akan mengalami masalah saat proses mengunyah makanan. Akibatnya, apabila dibiarkan terus-menerus, akan berdampak buruk pada organ lambung.
"Tapi itu tidak terjadi seketika. Artinya, dalam jangka panjang, bukan jangka pendek. Oleh karena itu, setiap kehilangan gigi, sebaiknya dibuatkan penggantinya. Karena dengan ada penggantinya, pengunyahan akan lebih efektif," paparnya.
Menurut Suzan, ada dua jenis gigi tiruan yang dapat digunakan sebagai pengganti gigi yang ompong, yaitu gigi tiruan lepasan dan cekat. Kedua jenis gigi tiruan tersebut punya indikasi yang berbeda-beda. Pada gigi tiruan cekat, misalnya, indikasinya lebih terbatas karena harus mempunyai gigi pendamping di sebelahnya.
"Jenis ini bersifat permanen. Setelah kedua gigi sebelahnya diasah, selanjutnya gigi tiruan tersebut disemen dengan membuat jembatan ke gigi sebelahnya," katanya.
Sementara untuk pemasangan gigi tiruan lepas, tidak ada indikasi khusus dan pengerjaannya jauh lebih mudah, gampang dipasang, dan murah. Bahkan, menurut Suzan, gigi tiruan lepasan dapat digunakan oleh segala kelompok usia. Berbeda dengan gigi tiruan cekat, yang mempunyai batas usia minimal 17 tahun.
"Kalau yang lepasan siapa pun bisa karena tidak diasah giginya. Kita bilang ini crown extra-coronal (di luar) jadi tidak mengganggu," tambahnya.
Suzan menjelaskan, pada dasarnya ada 4 (empat) alasan penting yang mendasari mengapa orang dengan gigi ompong perlu untuk menggunakan gigi tiruan. Pertama, memperbaiki estetika. Kedua, memperbaiki pengunyahan. Ketiga, memperbaiki cara bicara dan keempat menjaga kelestarian jaringan sekitarnya.
"Jadi, kalau ada gigi yang ompong jangan dibiarkan. Harus diganti. Jika tidak, gigi yang lawannya akan turun akibat tidak mempunyai kontak. Begitu pula dengan gigi sebelahnya yang akan menyamping karena tidak ada kontak dengan gigi sebelahnya," terangnya.
Suzan mengakui, sampai saat ini belum ada data pasti berapa jumlah pemakai gigi tiruan di Indonesia. Menurut dia, gigi tiruan bukanlah barang yang murah sehingga penggunaan gigi tiruan masih tergantung dari sejauh mana kemampuan masyarakat.
Mengingat pentingnya kebutuhan masyakarat akan gigi tiruan, Suzan berharap ke depan pemerintah membuat suatu program khusus untuk mereka yang membutuhkan gigi tiruan agar dapat memperoleh pengobatan di puskesmas. Dengan begitu, masyarakat tidak terlalu dibebani dan bisa menjangkaunya.
"Mungkin dengan menggunakan bahan seperti akrilik (yang tidak terlalu mahal). Jadi orang-orang yang memang perlu gigi tiruan bisa dengan mudah bikin di puskesmas. Tapi, sampai sekarang belum ada jawaban dari pemerintah," tandasnya
.

Lansia Bergigi Ompong Lebih Rentan Pikun



Shutter Stock
Ilustrasi

kompas.com —
 Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kehilangan gigi merupakan bagian dari proses penuaan. Ternyata, orang lanjut usia (lansia) yang kehilangan gigi lebih berisiko mengalami demensia atau kepikunan.
Kemunduran kemampuan kognitif yang ditandai dengan berkurangnya daya ingat itu merupakan salah satu gejala awal penyakit alzheimer. Bila dibandingkan dengan lansia yang masih memiliki gigi, mereka yang mulai ompong ternyata lebih banyak mengalami kepikunan.
Penelitian dilakukan terhadap lebih dari 4.000 orang Jepang berusia minimal 65 tahun yang memeriksakan gigi dan fisik. Partisipan yang mengalami gejala pikun lebih jarang,  bahkan tidak pernah, mengunjungi dokter gigi.
"Infeksi pada gusi bisa menyebabkan gigi tanggal dan membuat tubuh melepaskan zat kimia penyebab radang. Hal ini bisa memicu inflamasi di bagian otak, yang berakibat pada matinya saraf-saraf dan mempercepat kepikunan," kata Dr Nozomi Okamoto, peneliti.
Ia menambahkan, mekanisme tersebut bisa menjadi lingkaran setan. Hilangnya koneksi antarsaraf di otak bisa menyebabkan gigi tanggal dan akhirnya menyebabkan kemunduran kognitif.

Tulang Keropos Bisa Bikin Gigi Ompong


shutterstock
  • KOMPAS.com — Osteoporosis atau pengeroposan tulang bisa terjadi tanpa terlihat adanya perubahan bentuk atau struktur luar tulang, tetapi daerah di dalam tulang menjadi berlubang-lubang sehingga mudah patah. Demikian pula yang terjadi pada rahang.

Rahang sebenarnya merupakan tulang. Namun, rahang terdiri dari tulang trabekular yang tidak sepadat tulang biasa. Trabekular sangat rentan terhadap osteoporosis. Karena itu, jangan kaget bila tulang rahang yang menjadi tempat gigi menempel bisa keropos.

Pada waktu kalsium tulang digerogoti, rahang lebih dulu yang merasakan. Akibatnya, gigi menjadi longgar sehingga rentan menjadi ompong. Pada usia 65 tahun, orang yang sehat mungkin telah kehilangan sebagian besar giginya.

Selain rahang, kebanyakan tulang patah akibat osteoporosis juga terjadi pada bagian tulang belakang, pergelangan tangan, dan panggul. Sebenarnya, kejadian osteoporosis dapat ditunda atau dicegah.

Menurut dr.Sonja Roesma, SKM, AAK, dalam buku Pencegahan Dini Osteoporosis, pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sejak pembentukan tulang saat bayi masih dalam kandungan hingga usia balita lewat pemenuhan gizi dan nutrisi. Selanjutnya, pemadatan tulang dan percepatan tumbuh saat usia remaja menjadi masa pencegahan yang paling berarti.

Tulang, seperti organ-organ lain dalam tubuh, membutuhkan diet seimbang yang terdiri dari energi, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin untuk pertumbuhannya. Tulang sangat memerlukan makanan yang kaya kandungan mineral dan kalsium.

Selain susu, kalsium juga banyak terdapat pada ikan teri, sarden, kacang-kacangan, dan sayuran. Dengan berinventasi pada "bank" tulang melalui gizi yang baik dan gaya hidup sehat, tulang menjadi kuat dan lebih tahan pada hari tua.
Sumber :
Healthday News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar